Mengurai Ketakutan Masyarakat terhadap Hipnosis: Membangun Pemahaman Ilmiah dan Menghapus Stigma
Dipublikasikan pada
11 Desember 2025Makassar — Hipnosis masih menjadi topik yang menimbulkan kecemasan di kalangan masyarakat Indonesia. Istilah ini kerap diasosiasikan dengan praktik mistis, manipulatif, atau berbahaya, terutama akibat representasi keliru dalam media massa, film, dan pertunjukan hiburan. Padahal, dalam konteks ilmiah, hipnosis merupakan teknik psikologis yang memiliki manfaat signifikan.
Kesalahpahaman publik umumnya berakar pada tayangan televisi dan seni pertunjukan yang menggambarkan hipnosis sebagai alat untuk mengambil alih kesadaran seseorang. Narasi sensasional ini menimbulkan asumsi bahwa subjek hipnosis berada dalam kondisi tidak sadar dan tidak mampu menolak perintah apa pun. Dalam praktik profesional, kondisi tersebut tidak benar. Hipnosis justru merupakan keadaan fokus dan relaksasi mendalam, di mana individu tetap mempertahankan kesadaran dan kontrol penuh atas dirinya.
Hipnosis panggung juga turut memperkuat citra keliru ini. Tindakan-tindakan konyol yang dilakukan peserta pertunjukan tidak terjadi karena kekuatan supranatural, tetapi karena pemilihan subjek yang sangat kooperatif serta kesediaan mereka untuk berpartisipasi.
Dalam ranah psikologi, hipnosis klinis atau hipnoterapi telah diakui sebagai teknik pendukung terapi oleh profesional kesehatan mental. Teknik ini digunakan untuk membantu mengatasi fobia, stres, kecemasan, trauma, maupun kebiasaan buruk, serta mendukung manajemen nyeri dalam praktik medis. Hipnosis bekerja sebagai katalis terapi, bukan sebagai metode penyembuhan tunggal.
Pemahaman yang lebih tepat dapat dibangun melalui edukasi publik. Menjelaskan hipnosis dengan analogi sederhana—seperti kondisi sangat fokus saat menonton film—membantu masyarakat menyadari bahwa teknik ini tidak berkaitan dengan kekuatan supranatural. Pengetahuan tentang perbedaan antara hipnosis klinis dan hipnosis panggung juga penting untuk mencegah generalisasi yang merugikan.
Meski bermanfaat, hipnosis harus dilakukan oleh praktisi berlisensi untuk menghindari risiko, termasuk munculnya memori palsu atau ketergantungan pada terapis. Selain itu, tidak semua individu memiliki tingkat sugestibilitas yang sama sehingga efektivitasnya dapat berbeda.
Salah satu aspek yang kini semakin dikenal adalah swa-hipnosis, yaitu kemampuan individu untuk memandu dirinya sendiri menuju kondisi rileks guna mencapai tujuan tertentu, seperti mengatasi insomnia atau meningkatkan fokus. Pendekatan ini menunjukkan bahwa kendali sepenuhnya berada pada individu, bukan pada praktisi.
Dengan semakin berkembangnya riset neurosains, hipnosis kini dipahami sebagai proses psikologis yang dapat dijelaskan secara ilmiah melalui aktivitas jalur saraf terkait fokus dan relaksasi. Menghapus stigma terhadap hipnosis membutuhkan peran kolaboratif media, institusi pendidikan, dan profesional kesehatan untuk menyampaikan informasi yang akurat dan proporsional.
Terakhir diperbarui: 11 Desember 2025
